Rabu, 27 Maret 2013

b.inggris (27-03-2013)

memperhatikan


ke: semua karyawan
re: Staf pertemuan
akan ada rapat staf berikutnya Jumat pukul 11.00 WIB seluruh karyawan diminta untuk menghadiri pertemuan dan tiba tepat waktu. topik pertemuan adalah meningkatkan disiplin ilmu karyawan.
meskipun telah lama dingin, kita perlu untuk tetap positif di tempat kerja. seperti biasa kami telah mengundang pembicara tamu untuk bergabung dengan kami. pembicara pada pertemuan bulan ini akan berbicara tentang metode berpikir positif.
terima kasih.
( announcement for the workers

a number a studies have shown that music increases worker productivity. slow music helps worker focus, while fast music increases efficiency at work.
before you turn on any music in your office , ask your supervisor for the permission. some work environments are not suitable for music. if other staff members prefer peaceful and quite situation, consider using headphones.)
Pengumuman untuk pekerja

nomor satu penelitian telah menunjukkan bahwa musik meningkatkan produktivitas pekerja. musik slow membantu fokus pekerja, sedangkan musik cepat meningkatkan efisiensi di tempat kerja.
sebelum Anda menghidupkan musik apapun di kantor Anda, mintalah atasan Anda untuk izin. beberapa lingkungan kerja yang tidak cocok untuk musik. jika anggota staf lain lebih memilih situasi yang damai dan cukup, pertimbangkan untuk menggunakan headphone.
( computer innovativ inc.

the answers to frequently asked questions are available on our company's web site. or call customer service line at 800-873-0984. a staff members is always ready to help you.

remember, just like human brains, computers are all different. the computer you had last year may function differently from the one you own today. to understand your computer better, before starting your operation, read through the manual that came with your system  carefully.)

komputer innovativ inc.

jawaban atas pertanyaan yang sering diajukan yang tersedia di situs web perusahaan kami. atau hubungi saluran layanan pelanggan di 800-873-0984. beberapa anggota staf selalu siap untuk membantu Anda.
ingat, seperti otak manusia, komputer semua berbeda. komputer Anda memiliki tahun lalu dapat berfungsi secara berbeda dari yang Anda memiliki hari ini. untuk memahami komputer Anda baik, sebelum memulai operasi Anda, membaca manual yang datang dengan sistem Anda dengan hati-hati.

Minggu, 03 Maret 2013

makalah bahasa jawa



makalah kebudayaan masyarakat jawa
KATA PENGANTAR

            Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan Makalah ini yang berjudul “KEBUDAYAAN MASYARAKAT JAWA”.
            Makalah ini berisikan tentang informasi Masyarakat jawa dan kebudayaan di dalamnya. Diharapkan Makalah ini dapat memberikan informasi kepada kita semua apa saja yang ada pada kebudayaan masyarakat jawa sehingga kita bias mengetahui keunikan yang terkandung di dalam kebudayaannya dan menjadikannya berbeda dengan kebudayaan – kebudayaan lain yang tersebar di Indonesia.
            Kami menyadari bahwa Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan Makalah ini. Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan Makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin




Cisurupan, 29 Februari 2012




Kelompok 1

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………………..   1
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………….    2
BAB I ( PENDAHULUAN )
1.1              Latar Belakang ………………………………………………………………….      3
1.2              Maksud dan Tujuan……………………………………………………………...     3
1.3              Rumusan Masalah…………………………………………………………….....      4
BAB II ( PEMBAHASAN )
2.1              Pengertian masyarakat jawa………………………………………………….….      5
2.2              Bahasa……………………………………………………………………………     5
2.3              Kepercayaan …………………………………………………………………….     5
2.4              Profesi …………………………………………………………………………..      6
2.5              Stratifikasi social.………………………………………………………………..      7
2.6              Kesenian…………………………………………………………………………     7
2.7              Stereotipe………………………………………………………………………..      7

BAB III ( PENUTUP )
3.1              Kesimpulan………………………………………………………………………     8
3.2              Kritik dan Saran………………………………………………………………….     8
PENUTUP……………………………………………………………………………….    9






BAB I
( PENDAHULUAN )


1.1       LATAR BELAKANG
            Budaya merupakan simbol peradaban. Apabila sebuah budaya luntur dan tidak lagi dipedulikan oleh sebuah bangsa, maka peradaban bangsa tersebut tinggal menunggu waktu untuk punah.
Disini, saya mencoba untuk peduli dengan budaya dari mana kami berasal yaitu jawa. Dengan keterbatasan ilmu dan pengetahuan, kami mencoba merangkum berbagai tulisan yang berkaitan dengan budaya Jawa dari berbagai sumber.
1.2       MAKSUD DAN TUJUAN
            Adapun maksud dan tujuan dari pembuatan makalah ini selain untuk memenuhi salah satu tugas mata pelajaran IPS, juga bertujuan untuk dijadikan bahan presentasi sehingga siswa – siswa lainpun bisa merasakan ilmu yang terdapat dari makalah ini.
1.3       RUMUSAN MASALAH    
·                     Apa itu suku jawa ?
·                     Bahasa apa yang digunakan oleh masyarakat jawa  ?
·                     Apa kepercayaan yang di anut mereka ?
·                     Apa profesi – profesi yang mereka geluti ?
·                     Stratifikasi social seperti apa yang ada di dalam kebudayaannya ?
·                    Apa kesenian yang lahir dan berkembang di masyarakat tersebut ?
·                    Bagaimana stereotif masyarakat jawa ?



BAB II
( PEMBAHASAN )


2.1              PENGERTIAN
Suku Jawa (Jawa ngoko: wong Jowo, krama: tiyang Jawi) merupakan suku bangsa terbesar di Indonesia yang berasal dari Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Yogyakarta. Setidaknya 41,7% penduduk Indonesia merupakan etnis Jawa. Selain di ketiga propinsi tersebut, suku Jawa banyak bermukim di Lampung, Banten, Jakarta, dan Sumatera Utara. Di Jawa Barat mereka banyak ditemukan di Kabupaten Indramayu dan Cirebon. Suku Jawa juga memiliki sub-suku, seperti Osing dan Tengger.
2.2       BAHASA
Suku bangsa Jawa sebagian besar menggunakan bahasa Jawa dalam bertutur sehari-hari. Dalam sebuah survei yang diadakan majalah Tempo pada awal dasawarsa 1990-an, kurang lebih hanya 12% orang Jawa yang menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa mereka sehari-hari, sekitar 18% menggunakan bahasa Jawa dan Indonesia secara campur, dan selebihnya hanya menggunakan bahasa Jawa saja.
Bahasa Jawa memiliki aturan perbedaan kosa kata dan intonasi berdasarkan hubungan antara pembicara dan lawan bicara, yang dikenal dengan unggah-ungguh. Aspek kebahasaan ini memiliki pengaruh sosial yang kuat dalam budaya Jawa, dan membuat orang Jawa biasanya sangat sadar akan status sosialnya di masyarakat.
2.3       KEPERCAYAAN
Masyarakat Jawa yang mayoritas beragama Islam hingga sekarang belum bisa meninggalkan tradisi dan budaya Jawanya. Di antara tradisi dan budaya ini terkadang bertentangan dengan ajaran-ajaran Islam. Tradisi dan budaya Jawa ini sangat dijunjung tinggi oleh masyarakat Jawa, terutama yang abangan. Di antara tradisi dan budaya ini adalah keyakinan akan adanya roh-roh leluhur yang memiliki kekuatan ghaib, keyakinan adanya dewa dewi yang berkedudukan seperti tuhan, tradisi ziarah ke makam orang-orang tertentu, melakukan upacara-upacara ritual yang bertujuan untuk persembahan kepada tuhan atau meminta berkah serta terkabulnya permintaan tertentu. Setelah dikaji inti dari tradisi dan budaya tersebut, terutama dilihat dari tujuan dan tatacara melakukan ritus-nya, jelaslah bahwa semua itu tidak sesuai dengan ajaran Islam. Tuhan yang mereka tuju dalam keyakinan mereka jelas bukan Allah, tetapi dalam bentuk dewa dewi seperti Dewi Sri, Ratu Pantai Selatan, roh-roh leluhur, atau yang lainnya. Begitu juga bentuk-bentuk ritual yang mereka lakukan jelas bertentangan dengan ajaran ibadah dalam Islam yang sudah ditetapkan dengan tegas dalam al-Quran dan hadis Nabi Saw. Karena itulah, tradisi dan budaya Jawa seperti itu sebenarnya tidak sesuai dengan ajaran Islam dan perlu diluruskan atau sekalian ditinggalkan.
            Selain itu, masyarkat jawa juga mempunyai tradisi upacara adat dalam setiap kegiatan – kegian besar, seperti :
·         Kematian ( Mendhak )
·         Upacara nyewu dina (memohon pengampunan kepada Tuhan )
·         Upacara Brobosan (penghormatan dari sanak keluarga kepada orang tua dan leluhur mereka yang telah meninggal dunia )
  • Upacara-upacara sebelum pernikahan (Siraman, Upacara Ngerik, Upacara Midodareni, Upacara diluar kamar pelaminan, Srah-srahan atau Peningsetan, Nyantri, Upacara Panggih atau  Temu, Balangan suruh Penganten, dll )
·         Upacara untuk kelahiran bayi, seperti :
- Wahyu Tumurun
Maknanya agar bayi yang akan lahir menjadi orang yang senantiasa mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa dan selalu mendapat.
- Sido Asih
Maknanya agar bayi yang akan lahir menjadi orang yang selalu di cintai dan dikasihi oleh sesama serta mempunyai sifat belas kasih
- Sidomukti.
Maknanya agar bayi yang akan lahir menjadi orang yang mukti wibawa, yaitu berbahagia dan disegani karena kewibawaannya.
- Truntum.
Maknanya agar keluhuran budi orangtuanya menurun (tumaruntum) pada sang bayi.
- Sidoluhur.
Maknanya agar anak menjadi orang yang sopan dan berbudi pekerti luhur.
- Parangkusumo.
Maknanya agar anak memiliki kecerdasan bagai tajamnya parang dan memiliki ketangkasan bagai parang yang sedang dimainkan pesilat tangguh.
- Semen romo.
Maknanya agar anak memiliki rasa cinta kasih kepada sesama layaknya cinta kasih Rama dan Sinta pada rakyatnya.
- Udan riris.
Maknanya agar anak dapat membuat situasi yang menyegarkan, enak dipandang, dan menyenangkan siapa saja yang bergaul dengannya.
- Cakar ayam.
Maknanya agar anak pandai mencari rezeki bagai ayam yang mencari makan dengan cakarnya karena rasa tanggung jawab atas kehidupan anak-anaknya, sehingga kebutuhan hidupnya tercukupi, syukur bisa kaya dan berlebihan.
- Grompol.
Maknanya semoga keluarga tetap bersatu, tidak bercerai-berai akibat ketidakharmonisan keuarga (nggrompol : berkumpul).
- Lasem.
Bermotif garis vertikal, bermakna semoga anak senantiasa bertakwa pada Tuhan YME.
- Dringin.
Bermotif garis horisontal, bermakna semoga anak dapat bergaul, bermasyarakat, dan berguna antar sesama.

2.4       PROFESI
Mayoritas orang Jawa berprofesi sebagai petani, namun di perkotaan mereka mendominasi pegawai negeri sipil, BUMN, anggota DPR/DPRD, pejabat eksekutif, pejabat legislatif, pejabat kementerian dan militer. Orang Jawa adalah etnis paling banyak di dunia artis dan model. Orang Jawa juga banyak yang bekerja di luar negeri, sebagai buruh kasar dan pembantu rumah tangga. Orang Jawa mendominasi tenaga kerja Indonesia di luar negeri terutama di negara Malaysia, Singapura, Filipina, Jepang, Arab Saudi, Kuwait, Qatar, Uni Emirat Arab, Taiwan, AS dan Eropa.


2.5       STRATIFIKASI SOSIAL
Masyarakat Jawa juga terkenal akan pembagian golongan-golongan sosialnya. Pakar antropologi Amerika yang ternama, Clifford Geertz, pada tahun 1960-an membagi masyarakat Jawa menjadi tiga kelompok: kaum santri, abangan dan priyayi. Menurutnya kaum santri adalah penganut agama Islam yang taat, kaum abangan adalah penganut Islam secara nominal atau penganut Kejawen, sedangkan kaum Priyayi adalah kaum bangsawan. Tetapi dewasa ini pendapat Geertz banyak ditentang karena ia mencampur golongan sosial dengan golongan kepercayaan. Kategorisasi sosial ini juga sulit diterapkan dalam menggolongkan orang-orang luar, misalkan orang Indonesia lainnya dan suku bangsa non-pribumi seperti orang keturunan Arab, Tionghoa, dan India.
2.6       SENI
Orang Jawa terkenal dengan budaya seninya yang terutama dipengaruhi oleh agama Hindu-Buddha, yaitu pementasan wayang. Repertoar cerita wayang atau lakon sebagian besar berdasarkan wiracarita Ramayana dan Mahabharata. Selain pengaruh India, pengaruh Islam dan Dunia Barat ada pula. Seni batik dan keris merupakan dua bentuk ekspresi masyarakat Jawa. Musik gamelan, yang juga dijumpai di Bali memegang peranan penting dalam kehidupan budaya dan tradisi Jawa.
Contoh kesenian yang berkembang di mastarakat jawa adalah :
·         Topeng (topeng madura, topeng malang, topeng dongkrek, )
·         Angklung
·         Bali-balian
·         Wayang ( kuli, klitik, purwo, godog, golek, dll )
·         Trian (tari topeng kuncaran, tari merak, tari serimpi, tari blambangan cakil, tari remong, reog ponorogo dan jaipong )
2.7       STEREOTIPE ORANG JAWA
Orang Jawa memiliki stereotipe sebagai sukubangsa yang sopan dan halus. Tetapi mereka juga terkenal sebagai sukubangsa yang tertutup dan tidak mau terus terang. Sifat ini konon berdasarkan watak orang Jawa yang ingin menjaga harmoni atau keserasian dan menghindari konflik, karena itulah mereka cenderung untuk diam dan tidak membantah apabila terjadi perbedaan pendapat.
BAB III
( PENUTUP )


3.1              Kesimpulan
Suku jawa yang berada di daerah pulau Jawa merupakan suku yang memiliki berbagai kebudayaan, mulai dari adat istiadat sehari-hari, kesenian, acara ritual, dan lain-lain.
Semua itu membuktikan bahwa suku jawa merupakan suku yang kaya akan budaya daerah. Dan dari kekayaan budaya yang di miliki suku jawa itulah yang menbuatnya berberda dengan kebudayaan – kebudayaan lain yang ada di Indonesia.








3.2       Kritik dan Saran


PENUTUP

            Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, kerena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini.
            Penulis banyak berharap para pembaca yang budiman dusi memberikan kritik dan saran yang membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan dan penulisan makalah di kesempatan – kesempatan berikutnya.
            Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya juga para pembaca yang budiman pada umumnya.

makalah kebudayaan jawa



MAKALAH BAHASA JAWA " TRADISI NYADRAN "

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjV3BYnWiSXfiGHs-EosrxbN0gMIGkNs9q6dmiY8YSX8OFA884HY6pYY5sPAdQgx2oxvdPsx4_Aiy0z36bMctHJlOe4aSziWoenfFnxb6S-3Ry-ayPhjZJ4F3_e0Bm7-9vptrgkFbrDIY0K/s1600/nyad.jpegContoh Makalah Bahasa Jawa





TRADISI NYADRAN
A.   PURWAKA
Tradisi Jawa pancen unik,  nduweni ngelmu sing menehi pepeling marang anak(putu) supaya ngerti marang leluhur. Anak dikekudhang supaya ngerti bapa biyung sing ngukir jiwa ragane. Sabanjure digulawenthah supaya ngerti marang mula bukane wiwit mbah, mbah buyut, canggah, wareng, lan sapendhuwure. Ana sesebutan liyane supaya anak putu ngerti silisilahe. Sawise ngerti, diweling supaya dipepundhi, amarga kabeh mau pepundhene.
Kanggo wong jawa kagiyatan taunan sing jenenge nyadran utawa manganan iku ungkapan refleksi social-keagamaan. Iku kabeh dilakoni karo salahsawijining masyarakat ing desa Sambong Kec. Purwosari Kab.Bojonegoro iku dianakake kanggo ziarah ning makam leluhur. Manganan iki salah sijine wujud pelestarian warisan tradisi lan budaya nenek moyang. Tradisi nyadran iku symbol anane gegayutane karo para leluhur lan Mahakuasa. Manganan utawa nyadran iku ritual antarane budaya lokal lan nilai-nilai islam saengga manganan isih ditindakake kanthi cara islami.
Amarga budaya masyarakat iku wus ngraket dening masyarakat ndadekake masyarakat jawa njunjung tinggi nilai-nilai luhur kabudayaan. Saengga ora dadi kagete maneh yen nyadran isih ana budaya Hindhu-Budha lan animisme sing diakulturasikne kro nilai-nilai islam.
Acara nyadran iku erat kaitane kaliyan adat lan istiadat Jawa. Apa maneh yen masyarakat gelem ngrembakakake, adat istiadat sing ana iku bakal dadi salah sijine wisata budaya sing adi luhung. Apa maneh tradisi kasebut nganti saiki isih ditindakake lan nduweni nilai islami. Buktine, kayata masyarakat desa Sambong, senajan wus akeh sing agamane islam nanging wektu nindakake ritual nyadran utawa manganan isih nganut budaya biyen. Salah sijine yaiku tasyakuran ning panggon-panggon sing dianggep keramat karo masyarakat.

B.   ANDHARAN
Tradisi nyadran yaiku pesta rakyat sing awujud bentuk rasa syukure masyarakat marang Gusti Allah amarga bumi iki bisa dadi sumbere urip. Acara manganan utawa nyadran lumrahe saben desa nduweni dina, tradisi lan panggonan sing beda-beda. Ana sing dirindakake ing sendang, kuburan lan punden. Panggonan sing kaanggep masyarakat iku dadi cikal bakale anane desa iku. Yen ing desa Sambong manganan iku dianakake ing pesarehan mBah Gerit, masyarakat ing kana nduweni kapercayan yen panggonan iku dianggep keramat dadi masyarakat desa Sambong yen nganakake manganan saka wujud rasa syukure marang Gusti Kang Murbeng Dumadi iku ing pesarehane mBah Gerit.Sakliyane mengeti nyadran utawa manganan sing nduweni wujud rasa syukur marang Gusti Kang Akarya Jagad yaiku supaya ora ana gangguan roh jahat lan mahluk alus.
Lumrahe sawise nganakake manganan utawa nyadran, masyarakat uga nganakake hiburan. Hiburane uga beda-beda. Ana sing nanggap tayuban, wayang kulit, wayang krucil utawa wayang golek sing miturut wong jaman biyen iku senengane Danyang desa. Yen ing desa Sambong lumrahe masyarakat ing kana nganakake wayang ing panggonan sing digawe acara manganan utawa ing omahe Kepala desa.
Kagiyatan manganan iki dipengeti karo masyarakat ing desa Sambong Kec. Purwosari Kab.Bojonegoro kanthi turun temurun. Tradisi nyadran utawa manganan iki wus ana awit jaman biyen, tepate ing jaman kerajaan. Masyarakat Bojonogoro isih nduweni kapercayaan ngenani cariyos kuna saengga nyadran isih dipengeti senajan wus katerak owahing jaman.
Tradisi nyadran tumrap wong jawa dianggep wigati banget.
Umume ditindakake ing sasi Ruwah (saka tembung arab arwah). Tradisi nyadran ora bisa pisah karo kembang utawa sekar. Mula ana istilah nyekar para leluhur nganggo uba rampe kembang (mawar, kenanga, mlati, telasih lan liya-liyané). ana ing bebrayan, kembang dadi pratandha (lambang, simból) sesambungan utawa talirasa tresna, asíh, dúhkita, sungkawa lan liya-liyane. Tradisi nyadran pranyata wís lumaku wiwít jaman Majapahít nganti saiki.
Pakurmatan kanggo leluhur isíh lestari tekan saiki lan dipepetri deníng masyarakat, khususe ing tlatah padésan. Nyekar ing sasi Ruwah nduweni surasa utawa wulangan marang anak putu supaya padha tresna lan eling marang leluhur. Ing sasi ruwah iki akeh pepundhen kang disowani lan diresiki. Nyadran tumrap wong Jawa dianggep wigati, amarga ana bab kang sambung karo tradisi spiritual. Istilah tradisi, mula bukane saka tembung latin tradere utawa tradition tegese ” maringake saka ndhuwur”. Sing diparingake babagan kang nduweni nilai kang adi(luhur, luhung).


Uba Rampe Nyadran
Ing sajrone nganakake manganan ana syarat uba rampe sesaji sing kudu ana. Uba rampe iku yaiku apem, ketan lan kolak. Telung sesajen iku dimaknai kanthi cara islami. Apem iku saka tembung Afuan ing tegese ampunan. Ketan iku saka tembung khoto’an sing nduweni teges putih lan suci, yen kolak saka tembung kholaqo sing tegese ang Pencipta. Saka telung sesajen iku dimaknai kanggo symbol eling marang Gusti. Nanging yen masyarakat jawa negesi yen kolak iku tegese ojo ditolak artine apa sing dadi panjaluke moga-moga ora sampek ditolak. Ketan tegese raketa yaiku supaya doa kawulo manunggal dening Gusti. Telung sesajen pokok iku uga ditambahi karo tumpeng lan sego kaliyan lauk kayata iwak pitik.
Apem, ketan lan kolak iku saliyane dadi uba rampe sing wajib uga digunakake munjung (ater-ater) kanggo dulur-dulure sing luwih tuwa lan tangga teparuhe. Saka iku nuduhake yen iku kabe dilakoni masyarakat wujud rasa solidaritas lan sosial marang wong liya.

Tata Cara Upacara Nyadran
Ing nyadran, sadurunge acara inti lumrahe ing desa Sambong masyarakat sing ana ngresiki panggonan sing digawe nganakake acara nyadran. Sawise ngresiki, masyarakat kampong nggelar kenduri ing panggonan Mbah Gerit utawa panggon kosong sing ana sakiwa tengene panggon upacara nyadran. Saben kulawarga lumrahe nggawa macem-macem panganan, banjur lungguh bareng-bareng ing pesarehan kanthi sila. Banjur kepala desa mbukak acara sing isine iku nduweni maksud ngucapne rasa syukur lan matur suwun marang wargane sing wus gelem nggawa jajan lan tumpeng (ambengan) uga wus gelem nyempatne melu upacara nyadran.
Saka tata cara iku, cetha yen nyadran iku ora amung ziarah ing pesarehane leluhur nanging uga nduweni nilai-nilai social budaya kayata gotong royong, guyub. Saengga nyadran iku bisa ningkatne ngrembakane kabudayaan Jawa lan tradisi sing wus ngrembaka dadi luwih ngrembaka utawa tetep lestari. Kanthi cara sosio-kultural, upacara nyadran iku ora bisa kaanggep ngresiki pesarehan leluhur, slametan (kenduri), nggawe apem, kolak, lan ketan sing dadi sesaji. Nyadran utawa manganan iku ndadekake silaturahmi kulawarga tetep utuh lan dadi transformasi sosial, budaya, dan keagamaan. Saka ndhuwur iku cetha yen ana hubungan kekerabatan, kebersamaan, kasih sayang antarane warga. Sawise iku mBah Moden sing wus dipilih dadi rois mimpin donga sing isine nyuwun sepura lan ngapura marang leluhur lan marang Tuhan Yang Mahakuasa. Dongane nggunakake tata cara agama islam lan warga sing ana padha ngamini.
Sawise donga iku rampung, kabeh warga Sambong sing ana ing panggonan upacara manganan iku mbagi-mbagi tumpeng sing wus digawa. Saliyane iku, para warga uga padha barter jajan sing digawa, padha omong-omongan utawa guyon-guyonan. Banjur sing ora bisa melu utawa warga sing ora mamu ing desa Sambong diwenehi tumpeng (berkat) lan jajan kanthi cara diwenehne ning omahe.


C.   PANUTUP
Nyadran utawa manganan yaiku ungkapan kesalehan social masyarakat sing nduweni rasa gotong royong lan solidaritas sing dadi tujuwan utamane tradisi iki. Saliyane iku, nyadran uga bisa ningkatne hubungan marang Gusti lan masyarakat social saengga bakal ningkatne rembakane kabudayaan lan tradisi sing wus ngrembaka dadi luwih ngrembaka maneh. Manganan iki uga dadi salahsijine dalan kanggo njaga silaturahmi antarane masyarakat. Yen manganan iki dtiingkatne maneh rasa sosiale masyarakat Indonesia iki bisa bener-bener dadi rukun, ayom-ayem lan tentrem.
Intine rembug, sakabehing titah kudu tansah mbekteni marang leluhur, senajan wis mapan ing alam kelanggengan. Salah sawijining amalan kang ora pedhot ganjarane yaiku dongane anak putu kang sholeh lan sholehah marang bapa ibu lan para leluhur. Dadi ora teges anak putu nyembah marang arwahe para leluhur, ananging ndongakake supaya arwahe para leleuhur kapapanake ing papan kang mulya ing sandhinge Gusti. Bektine anak kudu mikul lan mendhem jero karo wong tuwa.
Pungkasane, nyadran iku ngluhurake leluhur kang tundhone supaya eling lan manembah marang Kang Maha Luhur



Lampiran

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh4vzTMew9heITEt-Igf8XNqo5Hq2Hl2cYaZoS4-bHWKU1Dmym3k3ZldvNw8QlSgtcKttSaIosWWJD6kAGDPHOWzZ2aEGWZGls7wxgEuzN9GKAIIiW01iQ8cBq6wve3pXS1Lgqbzl7NSXe_/s1600/ny.jpeg